Langsung ke konten utama

Tulas-Tulis Madilog Tan Malaka




[RINGKASAN MADILOG]
TAN MALAKA


Halo teman-teman. Saya ingin berbagi mengenai buku yang telah saya baca. Tujuannya, tak lain tak bukan adalah melatih diri saya untuk tetap menulis. Selain itu, saya tidak ingin apa yang sudah saya baca lewat begitu saja. Semoga tulisan saya bisa dinikmati teman teman semua, ya. Terima kasih!


MUKADIMAH----IKLIM
Huft, baru di awal pengantar, rasanya kepala sudah cenat cenut. Namun, entah kenapa, hasrat untuk tetap melanjutkan itu selalu ada. Hidup kadang cuma wkkwk, tapi banyak huftnya, ya.
Yang menarik dari bab ini adalah kalimat mutiara dari Tan Malaka yang sangat menyindir kaum-kaum konsumis berandalan seperti saya, haha. Kalimatnya gini: Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi. Hahaha, ya emang kayaknya Tan Malaka sudah banyak mengamati kondisi sosial kita yang berantakan ini.
Dari bab ini, saya bisa menangkap kalau buku ini tidak cocok dibaca di keadaan yang tidak tenang dan berisik (bagi saya, si, wkwk). Harus dengan kondisi akal sehat dan kalau perlu harus ada suguhan kopi di meja. Kitab ini adalah bentuk dari paham yang bertahun-tahun disimpan dalam pikiran Tan Malaka. Dalam kitab ini dibentuk di dalam iklim dialektik. Keduanya, logika dan dialektika bergantung pada materialisme. Sebaliknya pula, materialisme ini bersangkut paut dengan logika dan dialektika, seperti: ­matter, benda itu mempunyai sifat bergerak dan berhenti, takluk pada hukumnya gerakan, yakni dialektika, serta hukum berhenti, yaitu logika.
MADILOG (Materalisme, Dialektika, dan Logika) merupakan sebuah cara berpikir. Sebelum memilih cara berpikir mana yang kita pakai, dialektikakah atau logikakah, maka kita haruslah lebih dahulu bertanya kepada diri sendiri, apakah persoalan itu berdasarkasn benda ataukah ide bayangan, pikiran semata-mata, roh semata-mata. Sebab itulah, Madilog merupakan manifestasi dari cara berpikir yang berdasarkan matter, benda.

BAB I: LOGIKA MISTIK
Singkatnya, logika mistik merupakan logika yang berdasarkan rohani. Dari definisinya, berarti logika ini beranggapan bahwa rohani lahir lebih dahulu daripada zat. Artinya, zat itu berasal dari rohani, dan bukan sebaliknya. Roh tak perlu menunggu-nunggu, seperti pak tani yang menunggu-nunggu padinya sesudah benihnya ditanam. Kalau dia mesti menunggu, maka hal ini berarti dia pasti takluk pada sang waktu, sang tempo. Jika begitu, maka Maha Dewa Roh itu terkuasa, tidak takluk kepada Zat dan Tempo.
Firman Roh itulah yang menggambarkan jawab yang paling jitu dan konsekuen atas dasar pernyataan yang mahapenting dalam filsafat: mana yang pertama dan mana yang kedua, mana yang asal dan mana yang akibat, di antara zat dan rohani? 
Kemudian, banyak pertentangan yang terjadi ketika ada dialektika mengenai roh yang hadir terlebih dahulu daripada zatnya. Seperti ilmu alam yang menolak dengan tegas pernyataan tersebut. Permisalannya adalah pada keberadaan kodrat dan ­matter dalam ilmu alam. Benda yang oleh bangsa Yunani dahulu kala dinamai elektron mengandung kodrat yang dinamai listrik. Benda mesti dahulu kita saksikan, barulah di belakangnya bisa kita saksikan kekuatannya (kodratnya). Kekuatannya ini bisa kita ukur dengan tepat. Kodrat listrik itu bisa menggerakkan mesin, bisa memberi panas dan cahaya, tetapi tidak bisa membikin zat baru, seperti orang, hewan, pun sebutir beraps tak bisa dibikin. Jadi, buat ilmu alam kodrat itu tak bisa terpisah dari benda: kodrat semata-mata tak bisa menimbulkan benda.
Selain mendapatkan pertentangan dari ilmu alam, logika mistik juga mendapat pertentangan dari pemikiran Darwin tentang evolusi dan Youle mengenai ketetapannya dalam jumlah kodrat di dunia ini. Sebagai kebulatan pemeriksaan kta sampai sekarang kita bsa tetapkan bahwa penimbulan dunia benda dan kodratnya itu oleh rohani dan firman dalam sekejap mata adalah berlawanan sekali dengan segala hukum yang dipakai dalam ilmu alam.
Kemudian, yang membikin keut dahi lagi adalah: yang mana yang lebih dulu, Dewa Rah ataukah alam? Kemungkinan yang adalah:
Dewa Rah lebih kuasa dari alam dan hukumnya 
Dewa Rah sama kuasa dengan alam dan hukum alam
Dewa Rah kurang kuasa dari Alam dan hukum alam

1. Dewa Rah lebih kuasa dari alam dan hukumnya
Percobaan yang dijalankan dalam laboratorium pada lima benua di muka bumi ini belum pernah memungkiri hukum yang dikenal, dalam ilmu kodrat (mekanika), ilmu alam, ilmu kimia, dan lain-lain. Hukum alam terus berjalan secara pasti, tak peduli, di waktu dan tempat mana juga. Pastilah Maha Dewa Rag takkan bisa mengubah jalannya mekanisme itu: pasti tidak bisa. Demikian dari itu, pengandaian nomor satu dapat dibatalkan.
2. Dewa Rah sama kuasa dengan alam dan hukum alam
Jika Dewa Rah sama kuasa dengan alam dan hukum alam, lalu mengapa dia menjelama menjadi Dewa Rah? Dewa Rah adalah bukti keagaiaban yang besar, sementara alam adalah manifestasi yang nyata dan dapat dibuktikan kebenarannya, serta hukumnya dapat digunakan untuk keselamatan dan kesenangan hidup.
3. Dewa Rah kurang kuasa dari Alam dan hukumnya
Seandainya kemungkinan ini benar, maka kita ingat pada nasibnya Dr. Frankenstein melakukan eksperimen untuk membikin seorang raksasa. Dia menghidupkan kembali dnegan jalan ilmu listrik satu maya, tetapi otaknya adalah otak orang bangsat, raksasa yang dihidupkan ini menjadi musuh mati-matian Dr. Frankenstein. Sang dokter terpaksa lari bersembunyi, tak sanggup menentang buatannya sendiri. Dari kasus tersebut, kita dapat melihat bahwa Dr. Frankenstein bisa lari bersembunyi. Namun, di manakah Dewa Rah akan bersembunyi? Semestinya dia sudah takluk kepada alam bila kita ingin menggunakan pikiran jernih kita.
Demikianlah kalau kita pakai pikiran yang jernih, hati berani dan jujur memikirkan bahwa zat yang berasal dari rohani kita mesti tersesat. Kita mesti akui, bahwa hakikat yang semacam itu bertentangan dengan akal.
Namun teman-teman, perlu diingat bahwa filsuf sekelas Budha Gauthama ataupun mahatma Gandi dalam menjelaskan yang mana duluan antara zat dan rohani, mereka berputar-putar tak ada habisnya, seperti menghesta kain sarung.
Jadi teman-teman, pertanyaan antara zat atau rohani, yang mana duluan, sepertinya jangan lagi ditanyakan karena lahirnya zat atau roh beriiringan. Dengan begitu, pada tahun 1798 ketika masa dan sesudah Revolusi Perancis filsafat tidak lagi diawali ataupun diakhiri dengan persoalan timbulnya dunia dan ketuhanan.  

BAB II: FILSAFAT

cont...[bersambung]



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anestesi. What's that?

Assalamualaikum! Untuk first post di blog ini,saya mau membahas mengenai Anestesi. Kenapa saya membahas masalah ini? Yes,of course. Awal mulanya,ketika saya sedang menjenguk keluarga saya di rumah sakit. Saya mendengar perkataan dari sang dokter mengenai bius lokal,umum,dan regional. Entah mengapa,hal ini membuat saya merasa penasaran. And,finally,I'm googling (gak mungkin juga saya tanya dokternya).Dan ternyata.....Ketiga bius itu disebut dengan Anestesi. Sebelumnya,terima kasih untuk amazine.co.id dan kamuskesehatan.com yang telah memberikan saya informasi mengenai Anestesi. Dan sekarang,waktunya saya berbagi dengan kalian. Semoga bermanfaat!^^ ANESTESI. WHAT'S THAT? 1). Apa Anestesi itu? Yuk Simak!   Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi untuk sementara,sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat dilakukan. Tidur dengan diindukasi anestesi,tidaklah sama dengan tidur biasa.Tetapi,suatu bentuk ketidaksadaran ...

Kerudung dan Kesadaran Beragama

  Salam hormat untuk semua pembaca.   Isu jilbab/kerudung/hijab, atau istilah lain yang kepada masyarakat awam ketiganya dibuatlah pembedaan. Padahal, mungkin saja di kalangan awam, ketiga istilah itu tidak lagi perlu menjadi persaolan alot, apalagi menjadi term  penting untuk diklasifikasikan. Belakangan ini, bahkan belakangan di tahun lalu, atau bahkan di tahun-tahun sebelumnya, isu jilbab selalu muncul di beranda sosial media. Setiap kali ada seseorang yang dianggap memiliki andil penting dalam tatanan masyarakat, katakanlah selebriti/artis yang membuka jilbab atau baru saja mengenakan jilbab di usia yang tak lagi muda, pastilah akan menjadi sorotan masyarakat. Seolah olah hegemoni yang tersebar adalah bahwa dosa dan pahala seseorang ‘paling besar’ bila dia mengenakan/melepas jilbabnya. Tentu saja pandangan itu sah sah saja. Tiap orang memiliki freedom of speech -nya masing-masing. Apalagi kalau kebebasan berpendapatnya itu berlandaskan teks struktural yang bernapas ke...